Di tengah buruknya karakter perairan Teluk Jakarta yang tercemar Parasetamol, ternyata Pemprov DKI Jakarta masih memiliki daya tampung hasil laut yang tidak kalah dengan kawasan pesisir lainnya di Indonesia.
Kabupaten pulau Seribu yang selama ini dikenal sebagai penyumbang pariwisata juga memiliki potensi unggulan lainnya yaitu sektor kelautan, mulai dari perikanan hingga budidaya rumput laut.
Seluruh kepala daerah yang memimpin pulau Seribu selalu menyiapkan program di bidang kelautan, bahkan komposisinya seimbang dengan program pariwisata.
Salah satu potensi yang tetap menjadi andalan di Kabupaten Pulau Seribu berasal dari budidaya rumput laut. Tidak banyak yang tahu bahwa kualitas rumput laut di kawasan ini bisa menandingi produksi Indonesia bagian timur.
Budidaya rumput laut yang dikembangkan sejak tahun 1989 banyak ditemukan di Pulau Panggang dan Pulau Pari. Saat ini juga sudah mulai merambah ke pulau-pulau lain, seperti Pulau Tidong dan Pulau Lancang.
Berkat budidaya rumput laut, Kabupaten pulau Seribu kini menjadi salah satu daerah percontohan bersama dengan daerah produksi lainnya. Bahkan sejak tahun 2019, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (KPKP) (DKI) DKI Jakarta rutin mendistribusikan benih rumput laut kualitas unggul kepada para petani.
Perkembangan budidaya rumput laut di pulau Seribu tidak terlepas dari manfaat ekonomi dan lingkungan. Hingga saat ini, rumput laut masih menjadi produk ekspor utama di Indonesia. Tidak hanya itu, lamun juga mampu menjaga keseimbangan ekosistem organisme laut.
Rumput laut ini memiliki masa panen yang relatif singkat, hanya membutuhkan waktu 22 hari hingga sebulan dengan minimal 500 kg hingga satu ton per petani. Harga rumput laut kering dan basah sekitar Rs. 50 ribu kilogram, jadi wajar jika banyak nelayan yang mengembangkan budidaya ini.
Sangat mudah bagi siapa saja untuk menanam rumput laut. Namun, produksinya sangat bergantung pada kualitas air di wilayah tersebut. Untungnya, kualitas air di pulau Seribu masih jauh lebih baik daripada di Teluk Jakarta.
Lamun juga menjadi sumber pendapatan masyarakat pesisir saat kondisi laut sedang tidak bersahabat akibat cuaca buruk. Dari uraian tersebut, wajar jika masyarakat pulau Seribu semakin aktif mengembangkan tanaman ini.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak lama memandang potensi budidaya rumput laut sebagai upaya pemberdayaan masyarakat pesisir. Sehingga berbagai kebijakan terus diterapkan termasuk kerjasama dengan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan potensi tersebut.
KKP melihat rumput laut sebagai salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan pasar yang masih terbuka lebar. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil rumput laut masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan melalui kegiatan budidaya.
Pertimbangan bisnis dapat dilihat dari pantai Indonesia yang sangat panjang, potensi lahan yang sangat luas, dan kegiatan ini dapat menjadi pendapatan tambahan yang penting bagi masyarakat pesisir.
Salah satu pemangku kepentingan dalam pengembangan rumput laut adalah Yayasan Kalimajari, sebuah organisasi yang memiliki visi untuk membangun bersama masyarakat dan memperkuat serta mengembangkan komoditas lokal secara berkelanjutan.
Dalam tiga tahun terakhir, peningkatan permintaan rumput laut telah mendorong kenaikan harga rumput laut mentah (RDS) tiga kali lipat sejak Juli 2017. Situasi ini masih didukung oleh meningkatnya permintaan rumput laut yang belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Faktanya, jumlah produk terus menurun sebesar 8,6% setiap tahun sejak 2015.
Berdasarkan perjalanan program dan pembelajaran di lapangan, ada banyak hal yang berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas budidaya rumput laut, mulai dari ketersediaan benih berkualitas tinggi dan berkelanjutan, serta memastikan distribusi yang aman bagi petani, kata Kalimajari. Direktur Yayasan, IGA Agung Widiastuti. Akurasi juga ditargetkan.
Widiastuti menemukan bahwa rendahnya peran swasta dalam meneliti dan menyediakan benih bermutu, serta kurangnya komunikasi dan koordinasi yang optimal antara pemerintah (pusat dan daerah) dalam merancang program berkontribusi terhadap budidaya rumput laut yang tidak produktif.
Sementara itu, dari sisi peternak, Widiastuti menilai masih minimnya pengetahuan dan informasi mengenai teknik yang baik dan benar, terutama dalam hal pembibitan.
Program kemitraan yang melibatkan pemerintah dan swasta juga sangat penting bagi pengembangan budidaya rumput laut di masa depan.
Penguatan melalui pelibatan pemerintah dan swasta merupakan landasan utama, yaitu membawanya ke tataran implementasi dalam bentuk kerjasama yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga penelitian dan swasta dengan perannya masing-masing.